Kamis, Desember 17, 2015

ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area)

           Perjanjian ACFTA diselenggarakan dengan maksud membuka akses pasar Indonesia ke cina. Sebagai Negara berpenduduk banyak indonesia menjadi incaran strategis cina. Permasalah ekonomi dan infrastruktur yang tidak mendukung telah menghalangi industri dalam negeri untuk bertahan hidup bahkan di negri sendiri. Dari beberapa Negara yang telah menyetujui perjanjian ini indonesia adalah salah satu Negara yang mengalami defisit dimana impor lebih besar dari pada ekspor. Sehingga dampak dari perdagangan bebas cina dan Indonesia (ACFTA) perlu dilakukan revisi. Hal ini memerlukan adanya solusi, sikap mental dan kecintaan rakyat Indonesia pada produk dalam negeri.
             


Persiapan Indonesia dalam Menghadapi ACFTA

Syarat utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah kesiapan infrastruktur mencakup jalan tol, pelabuhan, dan pembangkit tenaga listrik. Akan tetapi realisasi infrastruktur di negri kita ini berjalan sangatlah lamban. Wacana untuk meningkatkan jumlah jalan raya dan kereta api sudah ada sejak satu decade lalu, namun pemerintah tidak menunjukkan keseriusan untuk merealisasikan hal tersebut.

Ketersediaan infrastruktur akan berdampak positif pada investasi swasta, inflasi juga dapat ditekan dengan mengurangi biaya transportasi dan energi dapat ditekan. Akibatnya investor akan tertarik menanamkan modal di indonesia, dan perekonomian Negara kita akan tumbuh dengan cepat.

Infrastruktur jalan dalam negri banyak yang sudah rusak, sempit dan berlubang-lubang, bahkan kerusakan tersebut terjadi di daerah industri dimana tingkat transportasi bahan produksi tinggi. Sedangkan cina membangun jalan raya sepanjan 25 km per hari, sangat kontras dengan indonesia yang tidak sampai 2.5 km perhari.

Selain infrastruktur yang lemah, keterpurukan indonesia diikuti dengan regulasi pemerintah yang tidak mempersiapkan perlindungan terhadap industri dalam negri. Industri kita masih sangat tergantung pada impor bahan baku dari luar negri. Hal tersebut membuat biaya manufaktur membengkak. Perlu dilakukan hilirisasi dimana pemerintah mempersiapkan industri domestic bahan baku untuk mengurangi ketergantungan impor dari luar negri.

Pemerintah perlu memperhatikan Usaha Mikro Kecil dan Menengah agar tidak tergerus oleh derasnya arus impor produk dari cina. Pemerintah perlu memberlakukan politik anti dumping, sebab diduga bahwa cina menjual produk-produk mereka lebih murah di indonesia dari pada di negri mereka sendiri. Praktik tersebut tentu merugikan dan berpotensi membunuh industri dalam negeri. 
Pemerintah sering kali terlambat menerapkan kebijakan pengaman sebagai mekanisme perlindungan industri lokal. Apabila sudah terlambat maka pengaman tidak akan berguna lagi karena industrinya sudah terlanjur mati. 
Pemerintah indonesia sudah memberlakukan persyaratan dimana produk dari luar negri harus memenuhi standard nasional indonesia (SNI), memiliki label berbahasa indonesia, dan tidak menjual produk dengan harga yang lebih murah dibandingkan di negara asalnya.
 Ketidaktersediaannya industri hulu di indonesia meningkatkan biaya produksi dalam negri, sebab perusahaan harus mengimpor bahan baku yang berasal dari luar negri yang biayanya tinggi sekali. Pengadaan industry hulu harus menjadi konsentrasi Negara kita untuk membantu meringankan biaya pelaku usaha dalam negri. 



Dampak ACFTA terhadap UMKM di INDONESIA


Sejak di berlakukan perjanjian ACFTA di indonesia banyak industri dalam negri yang kalah bersaing dengan produk-produk cina. Fenomena tersebut telah terjadi pada industri baja dan paku kawat, lonjakan impor paku kawat dari cina yang tidak terkendali telah melumpuhkan industri tersebut. Sehingga diperkirakan sudah lebih dari 47% perusahaan yang bergerak dibidang tersebut kolaps, dampak lainya adalah meningkatnya pengangguran di negri ini karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan.
Apabila kita memperhatikan ke pasar, maka produk-produk dari cina sudah mendominasi, terlebih pada mainan anak-anak, baju dan peralatan elektronik. Selama ini cina menjual produk dengan harga lebih murah dari produk lokal disebabkan dukungan Negara terhadap produk lokal mereka. Kepopuleran produk cina yang murah walaupun mudah rusak tersebut menjadi minat kelas ekonomi menengah kebawah yang menjadi kelompok mayoritas di Negara ini. 
Bahkan para pedagang mengaku bahwa mereka lebih banyak memperoleh keuntungan bila menjual produk cina dari pada produk dalam negri sendiri, hal tersebut jelas membunuh industri dan perkembangan perekonomian negri kita sendiri.  Fenomena tersebut disebabkan oleh kurangnya kecintaan rakyat indonesia terhadap produk dalam negri sendiri sehingga pemerintah perlu untuk mengkampanyekan kecintaan terhadap produk indonesia.
Ketergantungan industri dalam negri terhadap impor bahan baku dari cina adalah factor yang mendasari kalahnya bersaing produk dalam negri tersebut, dimana para pengrajin batik sudah mengeluhkan keadaan tersebut. Mereka dipaksa untuk meningkatkan biaya produksi  sebab bahan baku yang mahal harganya tersebut tidak dapat dihindarkan.
Keterpurukan pengusaha dalam negri kita juga di sebabkan oleh kurs mata uang Rupiah indonesia mengalami penguatan terhadap kurs cina yuan, hal tersebut mengakibatkan harga barang-barang cina menjadi lebih murah apabila di jual di indonesia dan harga barang-barang indonesia yang dijual di cina akan mengalami inflasi.
Momentum inflasi bahan baku dan penguatan kurs yuan terhadap dollar AS yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat dimanfaatkan semaksimalkan mungkin sebab rupiah memimpin penguatan mata uang di asean. Hal tersebut diatur dalam IAS No 21 The Effects Of Changes In foreign Exchange Rates.
Sebagai contoh akan peristiwa ini, jika perbandingan pertukaran antara rupiah dan yuan adalah 1:1,5, maka jika harga produk tersebut di jual dalam rupiah dengan harga Rp1000 maka di cina akan dijual seharga 1500 yuan, dan apabila produk di cina di jual dengan harga 1500 yuan maka di indonesia akan terjual dengan harga 1000 rupiah. Oleh karena itu maka bank indonesia diharapkan dapat menjaga penguatan Rupiah untuk menghindari dampak negatif terhadap industri dalam negri.



Strategi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan ACFTA



Pertumbuhan perekonomian cina yang cepat didukung oleh faktor kelembagaan yaitu regulasi pemerintah yang mendukung industry dalam negri. Artikel HBR menyatakan  bahwa produksi domestik bruto cina pada tahun 2010 adalah 33 kali lebih rendah daripada (PDB) amerika serikat, jika tingkat pertumbuhan cina tidak mengalami penurunan untuk beberapa tahun kedepan maka cina akan menyalip amerika menjadi pemimpin perekonomian dunia setelah cina menggeser jepang di tahun lalu.
Pesatnya pertumbuhan cina didukung oleh strategi UMKM yang memanfaatkan teknologi canggih untuk berproduksi skala besar sehingga menjadi pemimpin biaya pada industri yang sejenis.
Terpukulnya usaha dalam negri disebabkan oleh kekalahan produksi dalam negri untuk menjadi pemimpin biaya di negri sendiri. Untuk memiliki keunggulan bersaing maka pengusaha dalam negri harus memiliki strategi bersaing generik yaitu keunggulan biaya dan differensiasi.
Sumber keunggulan biaya bervariasi dan bergantung pada struktur industry. Sumber-sumber itu mungkin mencakup pengejaran skala ekonomi, teknologi milik sendiri, akses prefensial ke bahan mentah, dan faktor-faktor lainnya. Produsen berbiaya rendah harus dapat menemukan dan mengeksploitasi semua keunggulan biaya. Akan tetapi menjadi pemimpin biaya biasanya dikuasai oleh perusahaan yangterlebih dahulu mengadopsi strategi tersebut, sulit bagi perusahaan baru untuk menggeser kepemimpinan biaya dari perusahaan yang sudah mapan.
Perusahaan harus memahami perilaku biaya pada aktivitas nilai perusahaan untuk menekan biaya produksi, beberapa penentu biaya yang perlu diperhatikan perusahaan adalah:
1.       Skala produksi: jika perusahaan memproduksi dalam jumlah yang besar maka biaya tetapnya akan terbagi ke unit produk sehingga memperkecil unit cost.
2.       Keterkaitan perusahaan dengan pemasok bahan baku dapat memperkuat perusahaan dalam melakukan penawaran harga.
3.       Lokasi: Lokasi pemasok dapat mempengaruhi biaya masukan melalui biaya transportasi (infrastruktur) dan kemudahan komunikasi.
4.       Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi biaya perusahaan melalui, tarif, pajak, upah minimum regional dan cara lain.
5.       Pemanfaatan teknologi yang membantu perusahaan mengefisiensikan produksinya.

Strategi kedua adalah diferensiasi, persusahaan berusaha menjadi unik dalam industrinya. Perusahaan harus dapat menyeleksi beberapa atribut yang penting untuk dijadikan nilai tambah bagi perusahaan. Nilai tambah bagi pembeli yang diciptakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan cara:
1.       Menurunkan biaya pembeli, Contohnya: kulkas yang hemat listrik.
2.       Menaikkan kinerja pembeli, Contohnya: Tv samsung yang dapat mengakses internet.
Akan tetapi diferensiasi dapat memicu kenaikan biaya bagi perusahaan, sehingga perusahaan harus jeli dalam menentukan titik maksimum antara biaya dan diferensiasi yang ditawarkan perusahaan tergantung pada bagaimana cara pasar menilai perusahaan.
Perusahaan harus dapat mensosialisasikan diferensiasi yang dimilikinya agar diketahui konsumen supaya konsumen bersedia membayar produk lebih daripada pesaing.
Pemanfaatan teknologi adalah suatu alat yang sangat ampuh bagi perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan differensiasi perusahaan, seperti menggunakan jejaring social facebook, twitter dan myspace.  Menyediakan situs perusahaan juga suatu alat differensiasi yang memudahkan pelanggan untuk berinteraksi dengan perusahaan dan perusahaan lebih memahami kebutuhan pasar.

Manfaat ACFTA Bagi Indonesia



Ditengah gonjang-ganjing kesiapan Indonesia menghadapi serbuan produk cina di pasar, banyak investor yang memandang bahwa Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar. Cara pandang investor terhadap indonesia sudah berkembang. Penduduk indonesia yang menjadi penyumbang 40% populasi penduduk ASEAN membuka peluang investasi di indonesia. Perusahaan cina agresif berinvestasi dalam sector energy, kontraktor, perbankan, perkebunan, dan telekomunikasi. Sebagai contoh PT Bajradaya sentranusa Li Hongquan telah menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga air Asahan yang menguntungkan Negara kita dari kekurangan energi sebab Negara kita tidak memiliki sumber daya untuk mengembangkan proyek tersebut. Dan investasi tersebut akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka lapangan pekerjaan dan CSR perusahaan.

Perjanjian ini juga akan membuka pasar cina bagi pengusaha indonesia, peluang ini sangat menggiurkan sebab populasi penduduk cina yang sangat besar menjadi kue bagi perusahaan indonesia yang sangat besar porsinya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar