Persiapan Indonesia dalam Menghadapi ACFTA
Syarat utama untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah
kesiapan infrastruktur mencakup jalan tol, pelabuhan, dan pembangkit tenaga
listrik. Akan tetapi realisasi infrastruktur di negri kita ini berjalan
sangatlah lamban. Wacana untuk meningkatkan jumlah jalan raya dan kereta api
sudah ada sejak satu decade lalu, namun pemerintah tidak menunjukkan keseriusan
untuk merealisasikan hal tersebut.
Ketersediaan infrastruktur akan berdampak positif pada
investasi swasta, inflasi juga dapat ditekan dengan mengurangi biaya
transportasi dan energi dapat ditekan. Akibatnya investor akan tertarik
menanamkan modal di indonesia, dan perekonomian Negara kita akan tumbuh dengan
cepat.
Infrastruktur jalan dalam negri banyak yang sudah rusak,
sempit dan berlubang-lubang, bahkan kerusakan tersebut terjadi di daerah
industri dimana tingkat transportasi bahan produksi tinggi. Sedangkan cina
membangun jalan raya sepanjan 25 km per hari, sangat kontras dengan indonesia
yang tidak sampai 2.5 km perhari.
Selain infrastruktur yang lemah, keterpurukan indonesia
diikuti dengan regulasi pemerintah yang tidak mempersiapkan perlindungan
terhadap industri dalam negri. Industri kita masih sangat tergantung pada impor
bahan baku dari luar negri. Hal tersebut membuat biaya manufaktur membengkak.
Perlu dilakukan hilirisasi dimana pemerintah mempersiapkan industri domestic
bahan baku untuk mengurangi ketergantungan impor dari luar negri.
Pemerintah perlu memperhatikan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah agar tidak tergerus oleh derasnya arus impor produk dari cina.
Pemerintah perlu memberlakukan politik anti dumping, sebab diduga bahwa cina
menjual produk-produk mereka lebih murah di indonesia dari pada di negri mereka
sendiri. Praktik tersebut tentu merugikan dan berpotensi membunuh industri
dalam negeri.
Pemerintah sering kali terlambat menerapkan kebijakan
pengaman sebagai mekanisme perlindungan industri lokal. Apabila sudah terlambat
maka pengaman tidak akan berguna lagi karena industrinya sudah terlanjur mati.
Pemerintah indonesia sudah memberlakukan persyaratan
dimana produk dari luar negri harus memenuhi standard nasional indonesia (SNI),
memiliki label berbahasa indonesia, dan tidak menjual produk dengan harga yang
lebih murah dibandingkan di negara asalnya.
Ketidaktersediaannya
industri hulu di indonesia meningkatkan biaya produksi dalam negri, sebab
perusahaan harus mengimpor bahan baku yang berasal dari luar negri yang
biayanya tinggi sekali. Pengadaan industry hulu harus menjadi konsentrasi
Negara kita untuk membantu meringankan biaya pelaku usaha dalam negri.
Dampak ACFTA terhadap UMKM di INDONESIA
Sejak di berlakukan perjanjian ACFTA di indonesia banyak
industri dalam negri yang kalah bersaing dengan produk-produk cina. Fenomena
tersebut telah terjadi pada industri baja dan paku kawat, lonjakan impor paku
kawat dari cina yang tidak terkendali telah melumpuhkan industri tersebut.
Sehingga diperkirakan sudah lebih dari 47% perusahaan yang bergerak dibidang
tersebut kolaps, dampak lainya adalah meningkatnya pengangguran di negri ini
karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan.
Apabila kita memperhatikan ke pasar, maka produk-produk
dari cina sudah mendominasi, terlebih pada mainan anak-anak, baju dan peralatan
elektronik. Selama ini cina menjual produk dengan harga lebih murah dari produk
lokal disebabkan dukungan Negara terhadap produk lokal mereka. Kepopuleran
produk cina yang murah walaupun mudah rusak tersebut menjadi minat kelas
ekonomi menengah kebawah yang menjadi kelompok mayoritas di Negara ini.
Bahkan para pedagang mengaku bahwa mereka lebih banyak
memperoleh keuntungan bila menjual produk cina dari pada produk dalam negri
sendiri, hal tersebut jelas membunuh industri dan perkembangan perekonomian
negri kita sendiri. Fenomena tersebut
disebabkan oleh kurangnya kecintaan rakyat indonesia terhadap produk dalam
negri sendiri sehingga pemerintah perlu untuk mengkampanyekan kecintaan
terhadap produk indonesia.
Ketergantungan industri dalam negri terhadap impor bahan
baku dari cina adalah factor yang mendasari kalahnya bersaing produk dalam
negri tersebut, dimana para pengrajin batik sudah mengeluhkan keadaan tersebut.
Mereka dipaksa untuk meningkatkan biaya produksi sebab bahan baku yang mahal harganya tersebut
tidak dapat dihindarkan.
Keterpurukan pengusaha dalam negri kita juga di sebabkan
oleh kurs mata uang Rupiah indonesia mengalami penguatan terhadap kurs cina
yuan, hal tersebut mengakibatkan harga barang-barang cina menjadi lebih murah
apabila di jual di indonesia dan harga barang-barang indonesia yang dijual di
cina akan mengalami inflasi.
Momentum inflasi bahan baku dan penguatan kurs yuan
terhadap dollar AS yang terjadi akhir-akhir ini tidak dapat dimanfaatkan
semaksimalkan mungkin sebab rupiah memimpin penguatan mata uang di asean. Hal
tersebut diatur dalam IAS No 21 The
Effects Of Changes In foreign Exchange Rates.
Sebagai contoh akan peristiwa ini, jika perbandingan
pertukaran antara rupiah dan yuan adalah 1:1,5, maka jika harga produk tersebut
di jual dalam rupiah dengan harga Rp1000 maka di cina akan dijual seharga 1500
yuan, dan apabila produk di cina di jual dengan harga 1500 yuan maka di
indonesia akan terjual dengan harga 1000 rupiah. Oleh karena itu maka bank
indonesia diharapkan dapat menjaga penguatan Rupiah untuk menghindari dampak
negatif terhadap industri dalam negri.
Strategi UMKM Dalam Menghadapi Persaingan ACFTA
Pertumbuhan perekonomian cina yang cepat didukung oleh
faktor kelembagaan yaitu regulasi pemerintah yang mendukung industry dalam
negri. Artikel HBR menyatakan bahwa
produksi domestik bruto cina pada tahun 2010 adalah 33 kali lebih rendah
daripada (PDB) amerika serikat, jika tingkat pertumbuhan cina tidak mengalami
penurunan untuk beberapa tahun kedepan maka cina akan menyalip amerika menjadi
pemimpin perekonomian dunia setelah cina menggeser jepang di tahun lalu.
Pesatnya pertumbuhan cina didukung oleh strategi UMKM
yang memanfaatkan teknologi canggih untuk berproduksi skala besar sehingga
menjadi pemimpin biaya pada industri yang sejenis.
Terpukulnya usaha dalam negri disebabkan oleh kekalahan
produksi dalam negri untuk menjadi pemimpin biaya di negri sendiri. Untuk
memiliki keunggulan bersaing maka pengusaha dalam negri harus memiliki strategi
bersaing generik yaitu keunggulan biaya dan differensiasi.
Sumber keunggulan biaya bervariasi dan bergantung pada
struktur industry. Sumber-sumber itu mungkin mencakup pengejaran skala ekonomi,
teknologi milik sendiri, akses prefensial ke bahan mentah, dan faktor-faktor
lainnya. Produsen berbiaya rendah harus dapat menemukan dan mengeksploitasi
semua keunggulan biaya. Akan tetapi menjadi pemimpin biaya biasanya dikuasai
oleh perusahaan yangterlebih dahulu mengadopsi strategi tersebut, sulit bagi
perusahaan baru untuk menggeser kepemimpinan biaya dari perusahaan yang sudah
mapan.
Perusahaan harus memahami perilaku biaya pada aktivitas
nilai perusahaan untuk menekan biaya produksi, beberapa penentu biaya yang
perlu diperhatikan perusahaan adalah:
1.
Skala produksi: jika perusahaan
memproduksi dalam jumlah yang besar maka biaya tetapnya akan terbagi ke unit
produk sehingga memperkecil unit cost.
2.
Keterkaitan perusahaan dengan
pemasok bahan baku dapat memperkuat perusahaan dalam melakukan penawaran harga.
3.
Lokasi: Lokasi pemasok dapat
mempengaruhi biaya masukan melalui biaya transportasi (infrastruktur) dan
kemudahan komunikasi.
4.
Kebijakan pemerintah dapat
mempengaruhi biaya perusahaan melalui, tarif, pajak, upah minimum regional dan
cara lain.
5.
Pemanfaatan teknologi yang
membantu perusahaan mengefisiensikan produksinya.
Strategi kedua adalah diferensiasi, persusahaan berusaha menjadi
unik dalam industrinya. Perusahaan harus dapat menyeleksi beberapa atribut yang
penting untuk dijadikan nilai tambah bagi perusahaan. Nilai tambah bagi pembeli
yang diciptakan oleh perusahaan dapat dilakukan dengan cara:
1.
Menurunkan biaya pembeli,
Contohnya: kulkas yang hemat listrik.
2.
Menaikkan kinerja pembeli,
Contohnya: Tv samsung yang dapat mengakses internet.
Akan tetapi diferensiasi dapat memicu kenaikan biaya bagi
perusahaan, sehingga perusahaan harus jeli dalam menentukan titik maksimum
antara biaya dan diferensiasi yang ditawarkan perusahaan tergantung pada bagaimana
cara pasar menilai perusahaan.
Perusahaan harus dapat mensosialisasikan diferensiasi yang
dimilikinya agar diketahui konsumen supaya konsumen bersedia membayar produk
lebih daripada pesaing.
Pemanfaatan teknologi adalah suatu alat yang sangat ampuh bagi
perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan differensiasi perusahaan, seperti
menggunakan jejaring social facebook, twitter dan myspace. Menyediakan situs perusahaan juga suatu alat
differensiasi yang memudahkan pelanggan untuk berinteraksi dengan perusahaan
dan perusahaan lebih memahami kebutuhan pasar.
Manfaat ACFTA Bagi Indonesia
Ditengah gonjang-ganjing kesiapan Indonesia menghadapi serbuan
produk cina di pasar, banyak investor yang memandang bahwa Indonesia merupakan
pasar yang memiliki potensi besar. Cara pandang investor terhadap indonesia
sudah berkembang. Penduduk indonesia yang menjadi penyumbang 40% populasi
penduduk ASEAN membuka peluang investasi di indonesia. Perusahaan
cina agresif berinvestasi dalam sector energy, kontraktor, perbankan,
perkebunan, dan telekomunikasi. Sebagai contoh PT Bajradaya sentranusa Li
Hongquan telah menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga air Asahan yang
menguntungkan Negara kita dari kekurangan energi sebab Negara kita tidak
memiliki sumber daya untuk mengembangkan proyek tersebut. Dan investasi
tersebut akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan membuka lapangan pekerjaan dan CSR perusahaan.
Perjanjian ini juga akan membuka pasar cina bagi pengusaha
indonesia, peluang ini sangat menggiurkan sebab populasi penduduk cina yang
sangat besar menjadi kue bagi perusahaan indonesia yang sangat besar porsinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar